Followers

Support Us

Cerita Pendek (NOAH) - Menunggu Pagi (Bersamamu)

Rasanya tidak pernah jenuh aku mendengarkan lagu ini. Lagu yang dipopulerkan oleh grup band yang dulu namanya Peterpan tapi sekarang sudah berganti menjadi NOAH *Menunggu pagi*, tapi selamanya yang kuingat mungkin kenangan yang pernah tercipta berkat lagu ini. Yah, lagu ini adalah lagu tentang kisah yang dulu pernah ada. Kisah tentang KITA yang sampai sekarang tidaklah pernah menjadi KITA yang selama ini aku harapkan. Sebab, sampai sekarang aku masih sendiri. Dan mungkin akan selalu sendiri menunggu pagi, menunggu mentari yang dulu pernah kita tunggu. Mentari Pagi yang terindah yang pernah ku songsong, yang pernah kutunggu. Mungkin karena kamu ada disebelahku.

Aku ingat dingin malam itu. Dingin yang dikombinasikan oleh semilir angin malam di sebuah pantai yang ada di pulau jawa. Aku ingat saat itu kamu duduk di depan api unggun yang sudah mulai redup. Api unggun sisa dari acara malam puncak dari acara perpisahan yang diadakan oleh kelas kita. Aku lihat saat itu dingin malam sudah mulai menyerangmu, terlihat jelas dari tingkahmu yang sibuk mencoba mendekatkan diri ke api unggun yang sebentar lagi akan habis. Berbagai cara kamu coba untuk menjadikan api itu tetap menyala. Saat itu aku hanya berani melihat itu dari kejauhan. Ingin rasanya mendekatinya, ingin rasanya menjaga agar api unggun itu tetap menyala hingga bisa selalu menghangatkan kamu. Bahkan bila ia mengizinkan aku bersedia menjadi api unggun yang menghangatkanya. Meski panas dan itu membakarku, aku rela demi memberikan kehangatan baginya. Sebab, diam-diam aku mencintainya jauh sebelum ini, diam-diam aku mencintainya meskipun selama ini dia belum mengetahuinya. Mengutip sedikit sajak dari Tuan DJoko Sapardi:
“Aku ingin Mencintaimu dengan sederhana. Seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikanya abu.”


Sebab, meskipun menjadi abu. Setidaknya kayu itu bisa menerangimu, memberikan kehangatan bagimu saat kamu membutuhkan. Dan doaku saat itu aku ingin seperti itu. harapku aku ingin mencintaimu dengan sederhana.


Beberapa saat aku memerhatikanmu lalu keresahanmu muncul, api unggun sebentar lagi padam. Aku lihat kamu celingukan ke kiri dan kekanan. Entah itu sedang mencari kayu atau mencari orang yang mungkin bisa membantumu menyalakan kembali api itu. Timbul naluri kepahlawanan dalam hati. Ingin rasanya aku manghampirinya dan membantu menyalakan api unggun itu. Tapi, entah kenapa kaki rasanya berat. Aku malu, aku takut malah mengganggu moment asyikmu itu. Terlalu lama aku berpikir, kulihat ia sudah beranjak dari tempatnya. Sial, sudah pergi dianya. Kecewa banget, padahal justru moment seperti itu yang selama ini aku tunggu. Tapi akhirnya kuputuskan untuk mencari beberapa potong kayu dan menyalakan kembali api unggunnya.


 
“Dingin banget rasanya disini, Pantesan saja kamu tidak tahan, amel.” Pekik ku sendiri.

“Itulah day. Dari tadi nyariin orang yang mau bantuiin nyalain api unggun gak ada. Udah pada tidur semua.” Tiba-tiba Amel datang dan menyahutin ucapan ku tadi.

“ooppzz.. kamu datang lagi rupanya.” Balasku malu.

“ kamu merhatiin aku ya dari tadi? Bukannya bantuin nyalain apinya lagi.”

“Kan ini udah aku nyalain lagi.. hehehe”

“Aku boleh donk nebeng hangetin badan. Dingin banget.”

Aku pun mengangguk. Senang rasanya bisa duduk bersebelahan dengan kamu saat itu dan justru membuat aku malah salah tingkah.

“ Kamu kok senyum-senyum aja day? Knapa? seneng ya bisa duduk berdua sama aku”

Jlebb.. kok bisa ya kamu tahu pikiran aku. Dan hal itu semakin membuntukan pikiranku, semakin menutup erat mulutku, padahal aku sudah menyiapkan segudang gombalan yang rencananya ku pakai untuk moment seperti ini. Aaakkkk.. kok jadi tegang begini.

“aahhh.. udahlah day. Gak usah pake grogi gitu. Aku juga seneng bisa duduk disini.” Lanjutnya lagi seperti mengerti keadaanku ini. Tapi aku tidak berani menebak-nebak maksud dari ucapannya yang dia bilang seneng bisa duduk disini.

“Makasih, ya.” Ucapan spontanitas yang terlontar dari mulutku. “Haaduuuuhh, kok makasih ya..” Keluhku dalam hati. Untung tak ada reaksi yang berarti darinya. Dia hanya tersenyum manis dengan tingkahku. Uuuhhhh, nambah manis rasanya senyum kamu jika dilihat dari sedekat ini, sebab selama ini aku hanya bisa mencuri pandang senyummu dari kejauhan. Namun kali ini senyum ini bisa langsung kulihat dari jarak yang sedekat ini. Alhamdulillah banget.

“Ohh tuhan, janganlah ini cepat berlalu.” Pintaku dalam hati. Biarlah diam-diaman yang penting bisa sedekat ini sama Amel sang Primadona kelas ku.

Satu jam berlalu begitu saja. Kamu sibuk dengan lamunanmu dan aku terpaksa menikmati kegrogianku, menikmati ketidak-berkutikanku, menikmati kebisuanku, kebuntuan yang justru datang disaat momen yang teramat langka. Tapi biarlah, sejujurnya aku sudah puas. Sebab, diam-diam aku bisa merasakan bayanganku mencumbu mesra bayanganmu. Bayanganku menghangatkan bayanganmu dengan pelukan mesra. Disamping itu aku puas, memandangi segala keindahan yang terpancarkan dari wajahmu. Mungkin kamu tidak menyadarinya. Sebab, saat ini kamu sedang tenggelam bersama lamunanmu. Entah tentang pangeran berkuda yang tampan yang sewaktu-waktu bisa muncul dari laut Atau pangeran kodok yang suatu saat bisa berubah menjadi pangeran yang tampan. Whateverlah, bagiku yang penting kamu senang, aku ikut senang.

“Day, apinya udah pengen mati tuh. Gak ada yang bisa dibakar lagi apa yak?” Tiba-tiba Amel berbicara memecahkan keheningan yang lama tercipta.

“ Mmm.. kayu bakarnya udah gak ada lagi, mel”

“iiisss… masa iya. Padahal aku masih pengen duduk lama disini. Tapi dingin kalau ga ada api unggun.”

“ Mmm.. kan ada aku. Biar aku peluk. Hehe” Candaku waktu itu.

“emang pelukan kamu bisa menghangatkan, trus bisa tahan sampe pagi gak?” Tanya amel. Entah sengaja memanaskan aku atau emang memancing aku, maksud dia mengatakan itu padaku.

“Ee busyyengg deng. Jangankan menghangatkan mel, bisa membakar nih pelukan. hehe” Balasku. “Cuma kalau sampe pagi sich gak tau juga.” Lanjutku sambil langsung mencoba memeluk Amel.

“oooppppzzzz… langsung-lansung aja dia mah.” Ujar amel seraya menolak pelukanku. “Iyalah, kucing di tawarin daging, ya langsung digasrak.” lanjutnya lagi.

“hahaha.. kirain betulan pengen ngetes..” jawabku penuh perasaan malu.

“Maaf ya day. Aku gak enak kalau nanti teman-teman kita ada yang lihat.”

Aku diam seperti mengiyakan perkataannya.

“Kita cari kayu lagi yuk Day! Gak seru kalau ga ada api unggunnya.” Ajak Amel.

“kamu tunggu disini aja biar aku yang cari.” Balasku.

Aku langsung beranjak dari tempat untuk mengambil kayu bakar yang tadi sengaja aku simpan. Sebenarnya aku tadi pura-pura kehabisan kayu bakar. Berharap setidaknya ada pelukan yang menghangatkan tadi benar-benar terjadi. Hahhahaha.. Ngarep banget.

Bersama nyala api unggun itu. Kebersamaan kita pun semakin hangat. Kali ini, kita sudah saling mengeluarkan kata-kata. Cerita-cerita tentang masa kecil, tentang masa sekolah bla.. bla… blaa. Sebenarnya saat itu kantuk menyerangku. Tapi berhubung kamu belum tidur jadi kumanfaatkan waktu-waktu bersamamu saat itu.

“Kamu suka bergadang ya?” tanyaku waktu itu.

“Kadang-kadang. Tapi ya gak terlalu sering. Cuma kalau lagi nonton bola atau ngerjain tugas sekolah. Emang kenapa? kamu udah ngantuk ya.?”

“gak kenapa-kenapa, Cuma Tanya aja. Kalau aku mah susah tidur mel. Setiap malam kalau belum dengar azan subuh belum ngantuk mel.”

“Waduh… Gawat tuh. Pantesan setiap hari aku perhatiin dikelas mata kamu merah terus. Udah gitu muka pucat karena kurang tidur, mungkin.” Perkataan dari yang sedikit membanggakan. Kamu bilang kamu merhatiin aku dikelas. Oh, senangnya. Tapi, mungkin Cuma biasa saja. Saru, sebab tak jarang aku kena tegur karena sering tertidur dikelas.

“Ya gitulah mel. Susah kalau kena penyakit Insomnia, mel.” Lanjutku.

Sejenak kamu diam dan mengotak-atik Hp-mu. Dan lalu kamu memainkan lagu itu, Lagu *Menunggu Pagi* Milik Peterpan waktu itu. Sambil ditemani music itu kita terus bercerita. Dan waktupun terus berlalu.

“Loh kok dari tadi lagu itu aja yang kamu putar, mel.” tanyaku.

“Iya day. Aku suka banget sama lagu ini. Ini lagu yang sering dinyanyiin sama mantan aku..” Suaranya terputus, suasana sedih pun tiba-tiba muncul.

“Mantan kamu, trus?” tanyaku penasaran.

Sambil berteteskan airmata Kamu bercerita tentang kisah cintamu yang kandas. Inti yang bisa kutangkap dari ceritamu bahwa Mantan kamu pergi meninggalkanmu karena tewas dalam sebuah kecelakaan.

“Kamu tahu day. Waktu itu dia pulang sekitar jam 4 subuh. Dia habis manggung di sebuah cafĂ©. Waktu itu sebelum pulang diasempat telfon aku. Dia cerita, terakhir dia menyanyikan lagu ini. Dan banyak orang yang suka. Katanya, rencananya lagu ini bakal menjadi lagu wajib yang mesti dia bawakan setiap kali ada even/ festival music day. Dia menyarankan aku untuk sering-sering dengerin lagunya. Rasanya saat itu ia seperti berwasiat kepadaku. Hahaha.. wasiatnya sebuah lagu yang nyatanya menjadi lagu kenangan buat aku. Dan meski ada kenangan yang menyedihkan dibalik lagu ini namun aku suka dengan lagu ini dan selalu aku dengarkan kala rindu akan dirinya hadir di setiap sepiku.” Ujarnya lirih.

Saat itu, entah kenapa tiba-tiba tanganku menggapai pundaknya. Dia hanya diam saja dan dalam sekejap dia pun hanyut dalam pelukanku. Dan aku menikmati itu sambil mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulutmu.

“Nyaman juga ya pelukan kamu.” Ujarnya polos.

Spontan karena kaget bercampur malu, aku pun menarik lenganku melepaskan pelukan itu. Tersadar dan langsung teringat perkataanmu tadi sewaktu menolak kamu menolak pelukanku.

“iiisss.. kok dilepas pelukannya. Padahal baru aja aku ngerasa nyaman.” Protes Amel dan membuat kepercayaan diriku untuk memeluknya tumbuh lagi.

Ingin rasanya bibir ini mengucapkan kalimat-kalimat cinta kepadanya. Tapi apalah daya, aku tak ingin merusak keadaan ini. Tunggulah nanti saat ada momen-momen lainnya pasti akan aku ungkapkan cinta yang selama ini ada. Kulihat wajahnya seperti menggambarkan kepuasan. Sekilas juga kulihat dimatanya ada sesuatu yang beda, mungkinkah itu Cinta Untukku.? Aku coba menafikan rasa itu saat itu. Mungkin karena tidak terlalu yakin dan takut rasa itu tidak berbalas. Dan saat itu aku lebih memilih untuk menjadi teman bicara yang baik di waktu yang baik juga. Dan dalam sekejab Mentari pagi pun menyingsing.

“Indah banget ya mentarinya, day.” Ujar Amel yang langsung aku aminin.

Begitulah waktu kita melewatkan malam itu. Singkat, tapi cukup padat bila tuk dikisahkan.



Singkat cerita. Setelah ku baca dengan seksama buku catatan mu itu. Aku melihat bahwa pasca kejadian yang ku sebut “Menunggu Pagi Bersamamu” Itu, ternyata menumbuhkan CINTA yang sebelumnya tidak pernah ada bagi MU.

“Ternyata Pelukanmu itu Dahsyat Enday. Pelukan yang belum pernah aku rasakan selama ini. Pelukan itu yang membuat aku jatuh cinta, pelukan yang menghangatkan, persis seperti yang kamu bilang. Pelukan itu menenangkan jiwa. Pelukan yang ternyata mengangenkan aku selama ini. Nyaman sekali waktu itu day. Aku berharap Aku bisa merasakan pelukan itu Lagi, sebelum ajal menjemput….” Sepenggal tulisan yang kamu tulis di buku itu. Yang membuktikan betapa kejadian malam itu berpengaruh dalam hidupmu.

“Aku tuh nunggu kamu Nday.. Nunggu.. Setiap hari, setiap bunyi dering telepon aku selalu berharap itu dari kamu. Setiap ada ketukan pintu di rumahku, aku sesegera mungkin membukakannya dan berharap itu kamu yang datang. Beberapa kali aku coba datang ke sekolah dan berharap bisa bertemu dengan kamu. Beberapa kali juga aku mencoba menanyakan perihal kamu kepada beberapa teman sekolah kita, mereka semua bilang mereka loss kontak denganmu. Ketika ku tanya tentang rumahmu pun nihil hasilnya. Tak ada yang tahu tentang kamu. Bagiku kamu Misterius banget ya, persis se-misteriusnya CINTA yang hadir padaku.” Sepenggal lagi kisah yang kau torehkan di buku catatan itu.




Dear Diery, hai juga Enday yang saat ini masih belum aku bisa temui. 

Mungkin ini tulisan aku yang terakhir. Sebab rasanya kok jadi percuma, aku tumpahkan semua yang aku rasakan disini sedangkan aku tidak pernah tahu pasti kamu akan membaca ini. Dan juga, aku tak pernah tahu pasti apakah disana kamu memikirkan aku. Tapi setidaknya aku ingin Menyampaikan berita tentang perasaanku bahwa AKU SANGAT MENCINTAI KAMU. Aku sadar umurku tidaklah panjang. Setelah Vonis Dokter yang merawat aku, yang menyatakan bahwa kemungkinan kecil aku bisa bertahan dengan penyakit Kanker Otak yang sudah masuk ke stadium 4. Dokter itu bilang katanya aku harus kurangin mikir-mikir berat. Bagaimana mungkin? Sedangkan yang selama ini aku pikirkan hanya kamu. Lalu haruskah aku berhenti mikirin kamu? Enggak mungkin. Aku rela kok harus pergi ninggalin semua. Aku rela, asalkan aku masih bisa terus bersama kamu. Meskipun hanya dengan memikirkan kamu. Meskipun hanya membayangkan kehadiranmu, mengkhayalkan kamu datang dan memeluk aku. Oia, hangat pelukan kamu masih ada loh sampai sekarang. Padahal udah berkali-kali aku coba melupakannya tapi kok gak bisa ya? Sebegitu dahsyatnya aku rasakan Nday. 

Lewat tulisan ini, minimal aku ingin kamu tahu aku merindukanmu Enday. Aku rindu kala kamu memeluk aku. Nyamannya terasa sampai sekarang. Mungkin, berkat itulah saat ini aku masih bisa tegar, meskipun aku tahu sebentar lagi ajal akan menjemput dan kamu masih juga belum datang menemuiku. Tak mengapa bagiku, day. Mungkin, ada baiknya juga kamu tak mengetahui tentang penyakitku ini. Jadi setidaknya tidak ada beban yang mungkin memberatkan kepergian aku Day. Oia, belakangan ini aku suka bergadang day, dari beranda di kamarku aku sering menunggu pagi day, sendiri sambil mendengarkan lagu ini, day. Lagu yang pernah kita dengarkan waktu itu. Tapi kok, rasanya lagu itu semakin sedih yah kedengarannya. Mungkin karena rindu kamu kali, yak. Bahkan, Mentari pun tak seindah waktu itu, day. Oh God…!! I MISS U SO MUCH day.

Udah dulu ya day. Ternyata buku ini pun bahkan tak mampu menggambarkan bagaimana rasanya perasaan aku ke kamu. Lagian tangan aku pun kayanya udah tak mampu nulis banyak-banyak. Lemas banget day. Tapi, tenang aja, mungkin setelah ini semua lewat aku ingin minta tolong kepada orangtua ku untuk mencari keberadaanmu dan menyerahkan buku ini ke kamu. Aku titip cinta aku ke kamu lewat buku ini. Tapi kalau memang berat untuk kamu nerima kenyataan ini kamu bisa kok buang buku ini. Tapi aku mohon satu hal cinta aku jangan ikut di buang yah.

Oia Satu Lagi. Dibawah ini segaja aku tulis lirik lagu ini. Lagu NOAH – Menunggu pagi untuk kamu. Kalau kamu ingin mengenangku. Kamu dengarkan aja lagunya. Selama ini aku juga begitu kok. Selamat Tinggal Enday. 

 
Seketika tumpah pula airmata yang sedari tadi tertahan, mel. Selepas aku membaca tulisanmu yang terakhir itu. Mungkin ini kali pertama aku menangis. Menangis karena kehilangan, mungkin juga menangis karena penyesalan sebab tak mampu katakan semua perasaan yang selama ini aku pendam.
Apa yang terjadi dalam hati ku…
 Ku masih disini menunggu pagi…
 Seakan letih tak menggangguku..
Ku masih terjaga menunggu pagi..
Entah kapan malam berhenti..
Teman aku masih menunggu.. pagi..”
Sebait itulah yang dapat aku nyanyikan Mel, Hanya sebait itu. Tapi percayalah sampai kini, aku masih menyimpan buku itu. Aku juga masih selalu mendengarkan lagu itu, seperti pinta kamu.
RIP To Amelia

Doaku akan  selalu teriring bersama setiap kesedihan yang timbul sebab teringat akan kamu. Teringat akan kisah di balik lagu ini. Terima kasih untuk kisah yang pernah tercipta. Terima kasih karena kamu mau mencintaiku.

Cerita Pendek - Bintang yang Angkuh (Peterpan)


Kiara, nama lengkapnya Kiara Ramadhani. Cewek paling ngetop seantero SMA Persik, yah walaupun masih kelas 1 SMA bisa dipastiin dari koridor lantai 1 sampai lantai 3 semuanya kenal dia. Kiara memang lahir sebagai cewek yang friendly, gak pernah mandang apapun buat dijadiin temen dan semuanya bisa ketebak “Everybody loves Kiara.”

Sayangnya hal itu gak berlangsung lama, setelah kepergian nyokapnya, Kiara berubah drastis jadi sosok yang dingin dan angkuh. Semua orang yang dulu deket sama dia perlahan ilang-ilangan, kecuali Arga.

Arga emang bukan cowok ngetop, dia cuma sesosok secret admirer Kiara yang hobi ngasih semangat secara terselubung. Dijaman yang udah cukup modern ini, Arga gak segen-segen kirim surat atau bikin foot note dibuku Kiara.

Kiara beberapa kali emosi sama tingkah Arga sebagai sosok secret adrmirer dan puncaknya adalah ketika Arga memberanikan diri menelpon Kiara. Simple, Arga Cuma bicara “Ra, semangat ya ujian besok” dan Kiara sontak kaget dengan si penelepon yang gak terdaftar namanya di contack telephone.
“Siapa nih? Elo yang sering nulis surat buat gue? Elo yang coret-coret buku gue?! Jangan jadi cowok cupu deh! Gue gak suka cara lo! Berhenti ganggu gue!!!” bentak Kiara ditelepon.
“Elo kenapa Ra? Suara lo kayak abis nangis” balas Arga tanpa rasa takut dan Kiara pun hanya menutup telephone Arga.
Arga tahu bahwa ada yang salah dengan Kiara, Kiara sosok yang dulu dikenal periang yang kini menjadi dingin dan angkuh tiba-tiba terdengar seperti habis menangis dan ini sukses membuat Arga enggak konsen belajar.

 Esok harinya Arga yang diam-diam memperhatikan Kiara makin penasaran dengan mata sembab Kiara, entah ada angin darimana, Arga memberanikan diri mengirim sms pada Kiara.
“Elo cantik, tapi pasti lebih cantik kalo mata lo gak sembab. Wanna share Ra?”
Dari kejauhan, Arga memperhatikan Kiara yang membaca sms Arga. Kiara enggak membalas sms tersebut, tapi terlihat jelas bahwa Kiara mengapus air matanya.
Malam harinya, Kiara mengirim sms pada Arga “Gue gak kenal elo, gue gak mau tahu soal elo. Boleh gue telepon?” Arga pun langsung yakin 100% bahwa memang ada yang tidak beres dengan Kiara.

“So, gue harus manggil lo apa? Gak mungkin dong kita ngobrol tanpa kenalan? Gue Kiara, dan gue yakin bahwa lo adalah siswa sekolah gue!” sapa Kiara pertama kali ditelepon.
“Panggil aja gue Boy, artinya kan cowok kalo dalam bahasa Indonesia.” Jawab Arga mencoba mencairkan suasana. “Sorry ya Ra kalo tindakan gue selama ini ngenganggu elo.” Dan tanpa mereka sadari, malam itu banyak yang Kiara dan Arga bagi ditelepon selama 3 jam hingga akhirnya Kiara tertidur.

Malam-malam berikutnya, hampir seperti orang pacaran, baik Arga maupun Kiara selalu menunggu telepon satu sama lain. Bahkan mereka membuat jadwal siapa yang harus menelepon setiap hari Senin hingga Minggu.

Hampir 3 tahun mereka saling berbagi, Arga hafal betul bahwa Kiara akan langsung menyapa dengan kalimat “Liat bintangnya deh Boy, mereka keren banget” atau ketika mendung “Boy, bintangnya ngumpet dan gue kangen sama bintang-bintang itu..”

3 tahun berbagi dan hanya bisa melalui media telepon membuat Arga semakin depresi. Arga tidak pernah berani untuk mengenalkan diri secara langsung kepada Kiara, dan Kiara pun tidak pernah meminta Arga untuk muncul secara langsung dihadapannya. Bahkan ketika di akhir tahun sekolah mereka berada dalam satu kelas, Arga tidak pernah berani untuk berbicara sedikitpun pada Kiara. Ia hanya berani menyapa lewat media telephone.

3 tahun berbagi, Arga merasa bahwa ini adalah saat yang tepat untuk Ia mengungkap jati dirinya pada Kiara, sebelum kelulusan sekolah dan sebelum semua terlambat. Hingga tiba suatu saat obrolan mereka merubah banyak hal, terutama sudut pandang Arga.

“Pertama kali gue kenal sama lo, semua orang tahu kalo lo friendly, asik diajak ngobrol, yah seasik ditelepon kayak gini Ra. Tapi kenapa lo berubah jadi sosok dingin dan angkuh sih Ra?”
Kiara diam. 5 menit, 10 menit dan anehnya Arga gak berani untuk negor Kiara seperti biasa kalo Kiara mendadak diam ditelepon.

“Bintangnya cantik banget Boy. Liat deh, mereka angkuh kan? Menyendiri tapi tetap bersinar terang. Gue yakin bintang itu adalah gue. Gue gak butuh orang lain buat ngejalanin sisa waktu kita di SMA. Gue bisa kok.” Sahut Kiara secara tiba-tiba.

“tapi Ra?” potong Arga kaget. “cukup sekali gue ngerasa sakit keilangan orang yang gue sayang. Inget pertama kali lo telepon dan nanya kenapa suara gue kedengeran abis nangis? Inget sms pertama lo bilang gue cantik tapi lebih cantik ketika mata gue enggak sembab?”
Arga ganti terdiam tanpa berani memotong.

Kiara kembali terdiam untuk beberapa saat, dan dari sebrang telepon, Arga yakin kalo Kiara sedang menangis.

“Gue gak mau lagi ngerasain kehilangan Boy, cukup sekali gue ditinggal nyokap meninggal. Bahkan mungkin sempat jadi yang kedua kalinya ketika gue liat cowok yang gue suka lagi senyam-senyum asik sms ceweknya. Kalo lo nanya kenapa gue dingin, gue rasa lo dapet jawaban lebih dari cukup. Thanks Boy, gue harap ini terakhir kalinya gue keilangan. Ya, keilangan temen cerita.” Dan mendadak telepon terputus. Ketika Arga berusaha untuk menghubungi nomor itu kembali, yang terdengar Cuma suara operator yang bilang bahwa nomor Kiara tidak terdaftar.

Arga benar-benar merasa bersalah atas pertanyaannya. Jawaban yang selama ini dia cari telah membuat dia lebih kehilangan sosok Kiara. Arga gak pernah lagi menulis surat maupun memberi foot note untuk Kiara, hingga akhirnya mereka lulus SMA dan Kiara enggak pernah tahu sosok “Boy” yang sesungguhnya.

Hampir 4 tahun berselang ketika mereka sudah sama-sama mengenyam bangku mahasiswa. Kiara masuk ke perguruan tinggi terkenal di daerah Jakarta Selatan dan Arga masuk ke perguruan tinggi terkenal di daerah Jakarta Barat.

Hingga suatu saat ketika Indra, teman baik Arga di SMA datang menjemput pacarnya yang ternyata adalah teman kampus Kiara. “elo Kiara dari SMA Persik kan?” sapa Indra yang menjemput pacarnya yang didampingi Kiara.

“Maaf, siapa? Kayaknya gue pernah tahu elo.” Jawab Kiara.
“Gue Indra, temen baik Arga. Ehm atau mungkin lo inget Diagra Seno?”
Balas Indra cepat. “Add pin gue yaa!” ucap Indra sembari menarik telepon Kiara dan membuat Kiara heran.

Ketika Kiara tiba dirumah, Ia kaget bukan main karena tiba-tiba mendapat pesan dari “Diagra Seno.” Tanpa langsung membuka pesan tersebut, Kiara mencari nama Indra dan tidak satupun contack bernama Indra tadi adalah teman SMA’nya.

“Hai Ra, apa kabar? Lo pasti kaget yaa kenapa ada contack gue? Gue juga kaget pas tadi ada yang add dengan nama “Kiara Ramadhani” tapi untungnya Indra uda cerita semua.” Isi pesan Arga.
“Baik Ga, yah begitulah. Kaget aja ternyata gue dikerjain. Ada contack Indra gak? Gue mau ngomong sama dia.” Balas Kiara pada Arga.

Tanpa mereka sadari, malam itu banyak obrolan mengalir “lagi” dari perantara telepon hingga Arga kelepasan nanya “masih suka liat bintang?” dan Kiara kaget bukan main.
“Maksud pertanyaan lo apa Ga?” Tanya Kiara kaget, dan bodohnya Arga, dia menceritakan semuanya seolah Kiara sadar bahwa sosok Arga adalah sosok yang hampir selama 3 tahun disapanya dengan panggilan “Boy” ditelepon.

Kiara sangat shock membaca pesan demi pesan yang disampaikan Arga. Entah harus merasa senang bahwa cowok yang dia suka ternyata selalu ada untuknya dulu, walaupun tanpa disadarinya atau merasa bodoh dengan segala penipuan yang terjadi karena kesalahan sikapnya. Satu hal yang Kiara sadari, ia pasti akan kembali merasakan kehilangan.

Entah harus merasa marah atau merasa senang, tapi malam itu Kiara benar-benar menikmati waktunya dengan Arga. Yah, meskipun melalui perantara telephone.

Sayangnya malam itu adalah malam pertama dan terakhir Arga menghubungi Kiara, keesokan harinya Arga tidak lagi menghubungi Kiara dan hal ini membuat Kiara uring-uringan.

“Gue gak boleh bodoh kayak dulu. At least dia tahu itu udah lebih dari cukup.” Ucap Kiara didepan kaca. Lalu dia menulis sebuah pesan yang cukup panjang untuk Arga, pesan terakhir yang tidak boleh disesali Kiara. Dia sadar bahwa dunia berputar dan Ia harus benar-benar belajar merelakan.
 “Gue yakin lo pasti kaget. Maaf sebelumnya.”
  “inget omongan kita ditelepon terakhir ketika gue bilang “gue keilangan orang yang gue sayang, dia sms’an sama seorang cewek.” Itu elo Ga, Diagra Seno.”
“Gue Cuma mau bilang kalo gue sayang sama lo dan gue kesiksa liat elo sms’an sama cewek lain dan ternyata cewek itu adalah gue sendiri. Bodoh banget ya gue! Kesalahan gue adalah terlalu angkuh sama diri sendiri dan gak pernah bilang sama elo kalo gue suka sama lo dan sekarang ketika lo hadir lagi dihidup gue, gue sadar kalo perasaan itu belom ilang sepenuhnya. Tapi gue harus move on Ga. Lo tau kesalahan gue yang berikutnya? Kesalahan gue yang berikutnya adalah ngutarain ini ke elo sekarang, setelah 4 tahun berlalu. Thanks Ga buat waktunya, ketika lo selesai baca pesen ini, gue harap elo gak akan nyari gue ke Indra atau siapaun karena itu berarti contack lo resmi terhapus dari telepon gue. With love, Kiara Ramadhani”

Kiara menghapus contack Arga dari teleponenya, sembari mengusap air matanya yang mulai membasuh pipi merahnya, Kiara hanya bisa menatap langit dan memandan bintang.
“Gue adalah Kiara yang bisa hidup tanpa siapapun, gue mandiri, gue bisa!” walaupun Kiara sadar bahwa ia merasakan hampa dihatinya. Perlahan tapi pasti, air mata membasahi mata sipit Kiara.

Terinspirasi dari lagu “Bintang di Surga” :)