Followers

Support Us

Best Fake Friend



Image result for Persahabatan  Sering denger orang ngomong “dia tuh sahabat gue banget!” atau “iya, kita sahabatan udah lama..”, kan? Ya. Kita sering menganggap seseorang sebagai sahabat terbaik kita, mendeklarasikan bahwa kita dan mereka memiliki persahabatan yang sangat kental bagai sperma kelebihan protein. Tanpa kita tau bahwa di belakang kita, ternyata mereka nggak sebaik itu.

Sahabat itu lebih dari sekedar teman. Teman nggak akan mau ngedengerin lo curhat panjang lebar soal gebetan lo, teman nggak akan sabar ngeladenin kegalauan lo yang abis putus padahal lagi sayang-sayangnya, teman nggak akan selalu ada kapanpun lo butuhin, dan teman nggak akan selalu bersedia meminjamkan pundaknya (atau kadang-kadang duitnya) untuk tempat lo bersandar. Teman bukan sahabat.

Sahabat adalah orang yang sama yang bisa lo ajak gila-waras-gila-waras, ketawa-nangis-ketawa-nangis, susah-senang-susah-senang. Bukan orang yang bikin lo ketawa lalu nangis. Bukan orang yang ada saat lo waras dan pergi saat lo gila. Bukan juga orang yang seneng saat lo susah dan susah saat lo seneng, karena sahabat nggak serendah itu.

Sahabat adalah teman terbaik yang udah melewati berbagai macam proses dan masa dalam pertemanan, biasanya harus menghabiskan sekian tahun bersama baru bisa dibilang sahabat, harus tau luar dan dalam, harus tau buruk dan busuknya, harus tau kelemahan dan kekuatannya, harus tau gimana cara menenangkan dan menyenangkan, harus mau mendengar bukan cuma ingin didengar, harus siap ngasih saran dan dukungan. Sayangnya, dalam persahabatan, seringkali ada 1 orang yang ternyata palsu. Entah dia orang, atau apa gw ga tau.

“Lo tau nggak sih, dia tuh sering banget ngomongin orang, sering ngutang, barang-barangnya aja minjem semua…”

Katanya sih sahabat, tapi di belakang kok ngomongin sahabatnya yang jelek-jelek?

“Eh, cakep deh lo hari ini..” - bibir
“Duuuuh, apa banget sih sok kecakepan banget!” – hati

Katanya sih sahabat, tapi pereus banget. Mulut muji, hati ngehina.

“Udah, mendingan lo putus aja deh sama dia, dia tuh nggak baik buat lo…”

Katanya sih sahabat, tapi ngehasut sahabatnya biar mutusin pacarnya. Eh, taunya mau nikung. Oh, mungkin ini persahabatan antara Rossi dan Marquez.

“Eh, lo tau nggak sih, dia kan banyak koreng-nya..”

Katanya sih sahabat, tapi kok ngebocorin rahasia dan aib sahabatnya sendiri di depan banyak orang?

Banyak orang yang nggak sadar bahwa orang yang selama ini dia anggap sahabat, ternyata lebih cocok disebut sibangsat. Orang-orang yang nggak lelah wudhu 6x karena mukanya dua. Orang-orang yang punya mulut semanis filter rokok tapi hatinya sebusuk bangke tikus. Orang-orang yang di depan meninggikan, di belakang menjatuhkan layaknya jungkat-jungkit taman kota. Orang-orang yang nggak sedikitpun pantas disebut sahabat.

Gue sendiri (Alhamdulillah) belum pernah punya sahabat fake macem gini, semoga. Gue selalu bersyukur karena dikelilingi sahabat-sahabat yang baik, sahabat yang kalo nggak suka ya ngomong depan muka gue, sahabat yang nggak sungkan ngomong jujur soal penampilan gue. Berantem sama sahabat? Pernah, dong. Sahabatan tapi nggak pernah berantem juga nggak asik, termasuk rebutan gebetan karena seleranya sama. Tapi, satu yang paling pantang buat persahabatan kami; saling ngomongin di belakang.

Untuk sahabat-sahabat terbaik gue, Deri Sandria, Krisna, Ari Fahrurrozi, Aldi Renaldi, Ade Robet terima kasih karena udah betah punya sahabat macem gue. Gue nggak tau gimana gue bisa tetep waras kalo nggak ada kalian.

Dan untuk kalian yang baca, jadilah sahabat yang baik, jujur, apa adanya. Lo boleh punya banyak teman, tapi lo nggak perlu punya banyak sahabat. Karena sahabat bagi gue adalah orang yang paling bisa dipercaya, sebab nantinya dia yang akan mengetahui segala sisi buruk lo, sebab mulutnya yang harus dikunci rapat-rapat, sebab lo nggak butuh seorang penjilat.

Cinta Tak Harus Memiliki? Bullshit!

Setiap orang pasti pernah merasakan cinta. Cinta dalam berbagai bentuk. Salah satunya adalah cinta kepada lawan jenis, yang seringkali bikin kita galau seharian. Dari cerita cinta yang mulus-mulus saja sampai cinta yang bertepuk sebelah tangan.

Dalam urusan cinta, terkadang beberapa orang beranggapan bahwa “Cinta tidaklah harus memiliki.” Benarkah seperti itu? Bukankah cinta itu akan tumbuh berkembang ketika kita sudah memilikinya? Lalu, bagaimanakah seharusnya kita menyikapi cinta? Nah, kali ini gw (via hipwee) akan memberi pandangan baru bagimu yang terus percaya bahwa cinta tak harus memiliki.

1. Cinta Selalu Datang Sepaket Dengan Keinginan Untuk Menjaga. Lalu Apa Yang Kamu Jaga Kalau Kamu Tidak Memilikinya?



Rasa ingin menjaga adalah turunan dari rasa sayang dan cinta pada seseorang. Saat kamu mencintai seseorang, harapan atas kebaikan dirinya terus berdatangan. Kamu berharap dia hidup tenang, makan kenyang, hingga menginginkan agar dia setia dan tidak berpaling ke lain hati. Pertanyaannya, bagaimana jika kamu tidak bisa memiliki orang yang kamu sayangi itu?
"Kalau kamu tidak memilikinya, lantas apa yang akan kamu jaga? Bagaimana kamu memperhatikan keadaanya ketika kamu tidak punya hak apa-apa padanya?"
Saat ternyata situasi berubah, dia jatuh cinta pada yang lain, kamu ditinggalkan, lantas kamu tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Bisa saja terjadi ‘kan? Lalu bagaimana kamu bisa menjaga hal yang itu tidak kamu miliki? Ibaratnya, bagaimana kamu akan menjaga perhiasan idamanmu, sedangkan kamu tidak berusaha untuk memilikinya dengan membelinya di toko? Imposible. Dengan memilikinya, kamu bisa menjaganya dengan lebih baik. Dengan memilikinya, kamu bisa menjaga cinta agar untuk tumbuh berkembang dengan indah.


2. Cinta Itu Ada Untuk Menentramkan Jiwa. Pertanyaannya, Ketika Cinta Itu Tidak Kita Miliki, Apakah Hatimu Akan Tentram?



Pada hakikatnya, cinta dan komitmen ada untuk menenteramkam jiwa. Dengan memiliki seseorang yang selalu bisa diandalkan kamu tidak lagi perlu takut sendirian. Selalu ada orang yang bisa diajak berbincang pun dimintai pendapatnya dalam setiap kesempatan. Mengetahui ada seseorang yang selalu setia di sisi memang menenangkan hati.

Keadaan berbeda terjadi ketika kamu merasa bahwa cinta tidak harus dimiliki. Tidak memiliki cinta berarti kamu membebaskan dia untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Tak ada kewajiban untuk saling mejaga hati dan saling memperhatikan. Buat apa? Toh masing-masing dari kalian sama-sama tidak punya ikatan yang melekatkan.

Merasa cinta tidak harus dimiliki menuntut keberanian tinggi untuk rela berbesar hati — saat melihat orang yang kamu sayangi sepenuh hati memperhatikan orang lain, mengikhlaskan perhatianmu tidak mendapatkan tanggapan sesuai harapan. Sesabar apakah dirimu hingga bisa berlaku seperti ini? Cukup lapangkah hatimu hingga mampu terus meredam kekhawatiran dan rasa takut kehilangan?
Jika sudah begini, apa yang dicari dari sebuah cinta — jika ketenangan dan kenyamanan darinya saja sudah tak ada.


3. Mencintai Apa Yang Tidak Kamu Miliki Terkadang Membuatmu Hanya Fokus Pada AnganYang Tidak Ada Habisnya.



Selama ini kamu hanya mencintainya sendirian? Kamu hanya diam dan menunggu dia datang? Lantas kamu lebih sering berlindung pada kata-kata tidak semua cinta harus memiliki. Mungkin itu bukan cinta, tapi kebanyakan ngarep. Kamu selalu dihantui angan-angan, berharap untuk selalu memilikinya, tapi kamu tidak pernah memperjuangankan apa-apa.

Ibaratnya kamu hanya melihat sesuatu yang kamu idamkan di etalase, sedangkan kamu hanya melintasinya tanpa pernah menanyakanya apakah perhiasan itu dijual? Harganya berapa? Boleh dibeli atau tidak? Kalau kamu benar-benar cinta, berarti kamu bukan hanya suka melihat, tapi juga ingin menjaga, memperhatian, merawat, dan semua itu memang butuh pengorbanan.
Meyakini bahwa cinta tidak harus dimiliki sepatutnya membuatmu bertanya:
"Apakah ini benar-benar cinta? Atau sekadar angan-angan yang enggan diperjuangkan saja?"


4. Ungkapan “Kalau Jodoh Memang Tidak Akan Kemana” Seharusnya Bukan Jadi Pembenaran Untukmu yang Malas Berusaha



Konsep jodoh tidak akan kemana sebenarnya memberikan kita harapan bahwa di luar sana ada 1 manusia yang memang tertakdirkan untuk kita. Tapi keyakinan macam ini harusnya tidak lantas membuat kita merasa sah untuk diam saja tanpa melakukan apa-apa. Memang benar, jodoh tidak akan kemana-mana. Tapi bukan berarti juga kita hanya berdiam diri di rumah tanpa melihat dunia, mencoba mendapatkan jodoh kita dengan membuka hati kita pada orang lain.

Konsep “jodoh tidak akan kemana” seharusnya membuatmu lebih giat berusaha. Bukannya berlindung di balik keyakinan bahwa dia akan datang tanpa perlu banyak usaha di baliknya. Percaya bahwa orang yang tepat pasti datang itu boleh-boleh saja. Hanya, jangan gunakan konsep ini sebagai pembenaran untuk tidak mengusahakan cinta yang sudah menggelora di dada.



5. Kamu Bahagia Melihat Dia Bahagia Dengan Orang Lain. Yakin? Ini Pembelaan Atau Menyerah Pada Keadaan?



Saat kamu mencintai seseorang namun tidak memperjuangkannya, lantas dia mungkin saja akan bersama dengan orang lain. Tameng yang selalu kamu lontarkan adalah
Aku bahagia melihat dia bahagia.”
Mungkin benar ada beberapa orang yang bisa ikhlas. Mereka yang bener-benar punya hati lapang atau mereka yang cintanya hanya seujung kuku. Coba deh, jujur pada hatimu. Apakah kamu benar-benar tidak keberatan melihatnya menyelipkan jari di sela-sela genggaman orang lain? Tidakkah kamu ingin mendampinginya setiap waktu, melihatnya bercerita dan berbagi pengalaman bersama sepanjang waktu?

Ketika rasa tidak lagi ingin memiliki itu datang, bisa jadi kamu hanya sedang takut atau bahkan malas berjuang. Sehingga berusaha mencari pembenaran yang menenteramkan.


6. Kalau Kamu Berani Mencintai, Itu Artinya Kamu Harus Berani Memperjuangkannya Untuk Kamu Miliki



Cinta itu adalah anugerah yang diberikan Tuhan agar kita merasakan ketentraman dari sesama manusia. Jika kamu merasa dia baik, cintamu juga baik, cinta kalian pantas untuk diwujudkan, apa salahnya untuk diperjuangkan? Kalau kamu pasrah-pasrah saja, ya sudah lebih baik kamu urungkan saja niatmu untuk mencintai seseorang.

Berlindung di balik rasa enggan berjuang justru bisa membuatmu tersiksa sendiri karena angan-angan yang tidak pernah selesai diwujudkan. Gak jarang kamu justru menuduh dia mempermainkan hatimu, si Pemberi Harapan Palsu, atau segala macam tuduhan lain. Daripada terjebak perasaan yang menyakitkan macam ini, mulai sekarang cobalah lebih berani.
"Jika suka, tunjukkan!
Jika sayang, ungkapkan.
Kalau sudah siap, ajak dia serius.
Saat belum berani, maka ini tandanya kamu harus lebih giat memantaskan diri."


7. Saat Kamu Memang Tidak Bisa Memiliki Fisiknya — Setidaknya, Milikilah Dia Dalam Doamu.



Ya, setiap apa yang ada di dunia ini memang tidaklah absen dari kehendak Tuhan. Lantas, kita selalu berdiam diri dan bilang, “Biarlah Tuhan yang menjaganya dalam doa.”Ini tentu tidak ada salahnya. Sah-sah saja jika kamu menitipkannya pada perlindungan paling baik yang bisa diberikan oleh Sang Pencipta.

Tapi ingat, Tuhan juga menyuruh kita untuk berusaha. Usaha yang bisa kamu lakukan adalah memantaskan diri. Serta tak lupa terus membawa dia dalam setiap doa yang kamu panjatkan padaNya. Jika memang kamu belum bisa memiliki fisik dan hatinya dengan nyata, paling tidak kamu mengupayakan ia lewat doa….

Nah, masih berdiam diri untuk menutup diri dan berpedoman pada cinta tidak harus memiliki? Barangkali cintamu hanyalah sebesar remah-remah roti yang sebentar hilang terbawa angin. Kalau kamu benar-benar mencintai, itu berarti kamu harus berani memperjuangkan untuk memilikinya. Kalau ternyata setelah kamu berusaha, kamu masih saja tidak memilikinya, itu artinya dia bukan pasangan yang tepat untukmu. Dan pasti akan ada orang yang pasuntuk menyeimbangi cintamu itu.
Being deeply loved by someone gives you strength, while loving someone deeply gives you courage. (Lao Tzu)

Semoga kamu bisa memiliki cinta terbaikmu ya. Selamat mencari!