Best Fake Friend
Sering denger orang ngomong “dia tuh sahabat gue banget!” atau “iya, kita sahabatan udah lama..”, kan? Ya. Kita sering menganggap seseorang sebagai sahabat terbaik kita, mendeklarasikan bahwa kita dan mereka memiliki persahabatan yang sangat kental bagai sperma kelebihan protein. Tanpa kita tau bahwa di belakang kita, ternyata mereka nggak sebaik itu.
Sahabat itu lebih dari sekedar teman. Teman nggak akan mau ngedengerin lo curhat panjang lebar soal gebetan lo, teman nggak akan sabar ngeladenin kegalauan lo yang abis putus padahal lagi sayang-sayangnya, teman nggak akan selalu ada kapanpun lo butuhin, dan teman nggak akan selalu bersedia meminjamkan pundaknya (atau kadang-kadang duitnya) untuk tempat lo bersandar. Teman bukan sahabat.
Sahabat adalah orang yang sama yang bisa lo ajak gila-waras-gila-waras, ketawa-nangis-ketawa-nangis, susah-senang-susah-senang. Bukan orang yang bikin lo ketawa lalu nangis. Bukan orang yang ada saat lo waras dan pergi saat lo gila. Bukan juga orang yang seneng saat lo susah dan susah saat lo seneng, karena sahabat nggak serendah itu.
Sahabat adalah teman terbaik yang udah melewati berbagai macam proses dan masa dalam pertemanan, biasanya harus menghabiskan sekian tahun bersama baru bisa dibilang sahabat, harus tau luar dan dalam, harus tau buruk dan busuknya, harus tau kelemahan dan kekuatannya, harus tau gimana cara menenangkan dan menyenangkan, harus mau mendengar bukan cuma ingin didengar, harus siap ngasih saran dan dukungan. Sayangnya, dalam persahabatan, seringkali ada 1 orang yang ternyata palsu. Entah dia orang, atau apa gw ga tau.
“Lo tau nggak sih, dia tuh sering banget ngomongin orang, sering ngutang, barang-barangnya aja minjem semua…”
Katanya sih sahabat, tapi di belakang kok ngomongin sahabatnya yang jelek-jelek?
“Eh, cakep deh lo hari ini..” - bibir
“Duuuuh, apa banget sih sok kecakepan banget!” – hati
Katanya sih sahabat, tapi pereus banget. Mulut muji, hati ngehina.
“Udah, mendingan lo putus aja deh sama dia, dia tuh nggak baik buat lo…”
Katanya sih sahabat, tapi ngehasut sahabatnya biar mutusin pacarnya. Eh, taunya mau nikung. Oh, mungkin ini persahabatan antara Rossi dan Marquez.
“Eh, lo tau nggak sih, dia kan banyak koreng-nya..”
Katanya sih sahabat, tapi kok ngebocorin rahasia dan aib sahabatnya sendiri di depan banyak orang?
Banyak orang yang nggak sadar bahwa orang yang selama ini dia anggap sahabat, ternyata lebih cocok disebut sibangsat. Orang-orang yang nggak lelah wudhu 6x karena mukanya dua. Orang-orang yang punya mulut semanis filter rokok tapi hatinya sebusuk bangke tikus. Orang-orang yang di depan meninggikan, di belakang menjatuhkan layaknya jungkat-jungkit taman kota. Orang-orang yang nggak sedikitpun pantas disebut sahabat.
Gue sendiri (Alhamdulillah) belum pernah punya sahabat fake macem gini, semoga. Gue selalu bersyukur karena dikelilingi sahabat-sahabat yang baik, sahabat yang kalo nggak suka ya ngomong depan muka gue, sahabat yang nggak sungkan ngomong jujur soal penampilan gue. Berantem sama sahabat? Pernah, dong. Sahabatan tapi nggak pernah berantem juga nggak asik, termasuk rebutan gebetan karena seleranya sama. Tapi, satu yang paling pantang buat persahabatan kami; saling ngomongin di belakang.
Untuk sahabat-sahabat terbaik gue, Deri Sandria, Krisna, Ari Fahrurrozi, Aldi Renaldi, Ade Robet terima kasih karena udah betah punya sahabat macem gue. Gue nggak tau gimana gue bisa tetep waras kalo nggak ada kalian.
Dan untuk kalian yang baca, jadilah sahabat yang baik, jujur, apa adanya. Lo boleh punya banyak teman, tapi lo nggak perlu punya banyak sahabat. Karena sahabat bagi gue adalah orang yang paling bisa dipercaya, sebab nantinya dia yang akan mengetahui segala sisi buruk lo, sebab mulutnya yang harus dikunci rapat-rapat, sebab lo nggak butuh seorang penjilat.
0 komentar:
Posting Komentar